Waktu itu Menjelang pagi. Gerimis mendesis dan beberapa selang selanjutnya hujan turun begitu deras. Saya belum juga memejamkan mata, melirik arah jarum jam yang sudah di angka tujuh. Cepat sekali waktu berlalu, baru saja merebahkan kepala dibantal sudah pagi lagi. Yah, Pertemuan malam dan pagi hanya sebagai pengantar kita menyusuri perjalanan pulang bertemu Tuhan.
Saya tidak bisa tidur semalaman hanya karena mempersiapkan diri mengatur kata supaya tidak gugup bertemu Pak Rahmat, bapaknya Nina. Wanita yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Nina itu adik kelas waktu SMA, kami tak pernah bertemu lagi setelah sekian tahun. Setelah saya memutuskan akan menikah dan Pak Dedi guru yang sudah saya anggap orang tua menyodorkan biodatanya.
12 September 2015. Kami menikah dengan segenap rasa haru, bahagia dan ada satu perasaan yang tiba-tiba hadir setelah akad itu terucap. Perasaan cinta. Perasaan yang menyeruak begitu saja memenuhi seluruh rongga hati.
Satu perasaan yang membawa kekuatanku sebagai seorang laki-laki.
Saya laki-laki. Saya bertanggung jawab atas semua perilaku Nina. Saya bertanggung jawab mendidiknya sebagai seorang istri. Saya bertanggung jawab atas semua kebutuhannya. Saya bertanggung jawab atas semua bahagia dan sedihnya.
Karena saya laki-laki yang tidak bisa sendiri menyusuri perjalanan pulang.