Jumat, 22 Agustus 2025

"Sayur Kangkung Mama"

 "Sayur Kangkung Mama" 

Saya nonton sebuah video yang menanyakan, “Kenangan indah apa yang paling membekas bersama bapak dan ibu?” 

Di acara itu, para narasumber bercerita bahwa mereka lebih mudah mengingat kenangan bersama bapak, meski waktunya singkat. Sementara ibu yang selalu ada, justru sulit dikenang dalam satu momen spesial.

Saya punya pengalaman yang sama dengan cerita itu. Saya juga langsung bisa mengingat kenangan indah bersama bapak. Tetapi ketika mencoba memikirkan mama, saya bingung. Padahal beliau selalu ada di rumah. Rasanya, tidak ada yang istimewa.

Setelah menikah dan ikut suami. Suatu hari, saya pulang ke rumah orang tua. Di meja makan, ada sepiring nasi dengan sayur kangkung buatan mama. Sudah lama sekali saya tidak makan masakan beliau. Saat suapan pertama, saya terdiam. Rasa kangkung itu seperti memutar ulang potongan-potongan masa kecil, keseharian sederhana yang ternyata menyimpan “rasa mama.”

Air mataku jatuh. Saya menikmati setiap suapan sambil menangis, merasakan kembali “rasa masa kecil” dalam sayur kangkung mama. 

Rasa itu membawa saya pulang pada memori yang selama ini tak pernah saya anggap istimewa. Perhatian mama yang diam-diam selalu ada, lelahnya yang tidak pernah diucapkan, cintanya yang kadang tertutupi amarah.

Bahkan setelah saya melahirkan anak pertama dan kedua, mama menemani hari-hari pertama saya menjadi ibu. Saat tubuh saya masih sakit, beliau mencuci pakaian bayiku, memandikannya, memastikan semuanya beres, dan membiarkan saya tidur pulas.

Mungkin itulah alasan mengapa saya sulit menemukan satu “memori spesial” bersama mama. Karena sebenarnya, seluruh hidup saya adalah kenangan bersama beliau. Ia hadir di setiap detik, dalam bentuk yang begitu biasa, sampai saya tidak menyadarinya, lalu sadar peran mama itu seperti jalan sunyi, tanpa sorotan, tanpa tepuk tangan, tapi justru di situlah letak keagungannya. Ia tidak hadir untuk dikenang sesekali, melainkan selamanya. 


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial #GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri








Rabu, 20 Agustus 2025

Krisis Orangtua

Kalau kita melihat keadaan bangsa sekarang, muncul pertanyaan: Sebenarnya kita ini sedang krisis apa? krisis keadilan, krisis moral, atau krisis kemanusiaan? Kalau mau jujur, banyak persoalan bangsa berawal dari krisis orangtua.

Banyak orangtua berusaha membangun hubungan baik dengan anak, tetapi lupa membenahi kualitas relasi dengan pasangan. Padahal, relasi suami-istri adalah akar emosional yang paling menentukan kesehatan mental anak.

Karena orangtua ayah dan ibu adalah "akar" bagi anak. Bila salah satu akarnya terluka, getarannya merambat ke hati dan pikiran anak.

Maka, Krisis Indonesia hari ini sejatinya adalah krisis orangtua. Jika orangtua sembuh, akarnya kembali sehat, maka generasi berikutnya bisa tumbuh lebih kuat. 

Sebaliknya, banyak anak yang tampak “baik-baik saja” di luar rumah, namun di dalam hatinya menyimpan luka karena menyaksikan pertengkaran, perselingkuhan, atau dinginnya relasi ayah-ibunya. Akhirnya, luka itu ikut terbawa ke sekolah, ke pergaulan, bahkan hingga ke dunia kerja. Tidak heran jika kita melihat maraknya kasus perundungan dan penyimpangan yang lain. Semuanya bisa ditarik benang merahnya ke rumah, ke akar yang rapuh: relasi orangtua.

Karena itu, pengorbanan demi anak tidak selalu berarti bertahan dalam pernikahan yang penuh luka. Pilihan yang lebih sehat bisa jadi adalah berpisah dengan hubungan yang tetap baik. Dengan begitu, anak mendapat ruang aman untuk tumbuh tanpa trauma, tanpa harus hidup dalam ketegangan emosional yang diam-diam merusak hati dan pikirannya.

Pada akhirnya, cinta orangtua kepada anak bukan soal berkorban tanpa batas, melainkan bagaimana menjaga "akar" tetap sehat agar pohon kehidupan anak bisa tumbuh kokoh.

Jadi mana yang lebih utama, memilih pasangan atau anak?

Jawabannya jelas: Pasangan.

Karena Allah sendiri menegaskan urutan doa dalam Al-Furqan ayat 74:

Allah mendahulukan pasangan, baru anak. Artinya, relasi pasangan yang sehat melahirkan anak-anak yang kuat, dan dari situ lahir pribadi-pribadi teladan yang mampu memimpin bangsa menuju kebaikan.


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial #GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri





Senin, 18 Agustus 2025

Setelah Melahirkan....

 Setelah melahirkan, banyak perempuan termasuk saya, merasa diri berubah.

Tubuh tak lagi seperti dulu.

Rambut acak-acakan.

Wajah lelah.

mulai merasa tidak cantik.

Tidak berdaya dan lain lain.....

Lalu diam-diam, melihat suami tampil rapi, wangi, tersenyum kepada orang lain, bisa memicu rasa tak nyaman di hati..cemburu merasa sudah tidak disayang lagi......hihiih

Padahal sebenarnya… ini bukan tentang suami.

Ini tentang diri kita sendiri.

Saat kita belum berdamai dengan perubahan, kita mudah terjebak dalam penilaian-penilaian dari luar.

Tapi setelah belajar self respect kita mulai paham: Bahwa kita tetap berharga, bahkan dalam keadaan paling payah sekalipun.

Self-respect bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang mengenali dan menghargai diri sendiri.

Tanpa mengenal diri, kita sulit menghargai diri. Dan saat kita tak menghargai diri, kita mudah merasa kurang, mudah cemas, dan akhirnya… mudah berprasangka buruk—termasuk pada pasangan kita sendiri.

Sebaliknya, saat kita mulai memahami siapa diri kita, kita belajar menerima kekurangan, merawat kelebihan, dan mencintai diri dengan utuh. Dari situlah lahir ketenangan hati, kejernihan berpikir, mengambil keputusan lebih bijaksana Jadi, pulihkan hubungan dengan diri terlebih dahulu. Karena di sanalah segalanya bermula.


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri





Pertanyaan Abang Jadid

 Malam itu.. Abang Jadid bertanya padaku.. 👶"Nina, bagaimana perasaannya punya dua anak sekarang?"

🧕"Alhamdulillah… bersyukur sekali.

 Abang Jadid, Bagaimana perasaannya punya adik perempuan?"

👶"Senang... tapi Abang Jadid sedih," katanya pelan.

"nanti kalau ade Mekah jadi mama kayak Nina, harus dibelah perutnya... Abang Jadid sedih."

🧕Ah, hatiku meleleh.

Semoga kasih sayang yang kamu miliki hari ini, tumbuh jadi kekuatanmu nanti. Saya meminta pada Allah 

Lembutkan hati anak lelakiku agar kelak mampu menyayangi dan memuliakan istrinya,

Dan kuatkan hati anak perempuanku,

agar kelak  dipertemukan dengan lelaki qowwam yang memimpin dengan cinta,

yang menjaganya seutuhnya,

dan memuliakannya.

Aamiin.







Perempuan adalah Tiang Negara

Di kelas Women and Science, saya diajak merenung lebih dalam kalimat “perempuan adalah tiang negara yang apabila perempuannya baik baiklah suatu negara. Berarti jika tiangnya kokoh, maka bangunannya tegak; jika rapuh, negara pun limbung. 

Ternyata, makna “baik” di sini bukan semata soal pendidikan tinggi atau prestasi formal. Tapi tentang bagaimana perempuan menghargai dirinya, berdamai dengan perannya. Apalagi merasa tidak berharga hanya mengurus anak di rumah saja. 

Karena saat perempuan larut dalam emosi-emosi rendah seperti sedih, marah, dendam, minder (mengutip level kesadaran David Hawkins) maka yang rapuh bukan hanya hati, tapi juga pijakan bangsa.

Bukan berarti perempuan bertanggung jawab atas negara ini. Tapi mari kita jujur kalau tiangnya sedang patah hati, bagaimana mungkin negara berdiri tegak? Seperti negara kita sekarang mau roboh!. 

Sebaik-baik ilmu adalah yang mendekatkan kepada Allah, dan mustahil seorang perempuan bisa menghargai perannya, jika ia belum memahami mengapa Allah menciptakannya.

Refleksi dari kelas Women and Science bersama  Ibu Maya Sukma Kiat 


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri





Sentuhan Suami, Hadiah untuk ASI yang Deras

Di awal kelahiran bayi, ASI memang sedikit, bukan karena kurang, tapi karena tubuh Ibu sedang menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi. Dari hisapan demi hisapan itulah tubuh belajar dan ASI mulai mengalir lebih deras. Namun satu hal yang sering terlupa, bukan hanya hisapan bayi yang mengundang ASI, tapi juga sentuhan dan kasih sayang suami.

Karena ASI tak hanya diproduksi oleh hormon dan kelenjar, tapi juga oleh rasa dicintai dan rasa tidak sendiri.

Satu pijatan lembut di punggung istri bisa lebih menenangkan dari seribu kata.

Satu pelukan yang datang tanpa diminta bisa mengendorkan otot-otot yang tegang. Kalimat-kalimat penuh dukungan, hingga semangkuk makanan favorit yang dibawakan dengan cinta, semuanya menjadi sinyal bagi tubuh istri untuk merasa aman, tenang dan cukup. Dari rasa cukup itulah, ASI mengalir dengan lancar.

Suami memang tidak menyusui, tapi ia pengantar  keajaiban di tubuh Istri untuk menghasilkan ASI. Melalui kehadiran suami, yang tersentuh bukan hanya tubuh, tapi juga hati. Sebab ASI bukan soal Ibu, istri tapi tentang bagaimana cinta bekerja dalam satu tim bernama keluarga.


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri




Melahirkan dan Support System

Melahirkan adalah pertemuan antara rasa takut dan harapan, takut kehilangan nyawa, tapi juga berharap memeluk kehidupan baru. 

Bagi sebagian ibu, momen ini bisa menjadi awal rasa percaya diri dan kebahagiaan. Namun tanpa dukungan, bisa berubah menjadi awal keraguan, kesedihan yang mendalam bahkan kehilangan diri.

Di momen rapuh ini, seorang ibu sangat membutuhkan dukungan semua pihak, baik bagi ibu yang melahirkan normal maupun operasi sesar. Dukungan yang tepat dapat menurunkan angka depresi pascamelahirkan. 

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh tenaga kesehatan bidan dan perawat yang dengan ramah dan tulus merawat para ibu hamil dan melahirkan.

Ucapan terima kasih khusus juga untuk dr. Arini, dokter kandungan yang penuh perhatian, mudah dihubungi, dan hadir bukan hanya untuk memeriksa, tetapi juga untuk menenangkan hati.

Di balik rasa syukur ini, ada harapan besar semoga RSUD Fakfak dapat menyediakan fasilitas Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan menjadi rumah sakit pro-ASI. Sebab IMD bukan sekadar memberi bayi ASI, tapi juga memberi dukungan emosional pertama bagi Ibu. 

Menjadi rumah sakit pro-ASI juga berarti tidak memperkenalkan dot pada bayi baru lahir tanpa izin orang tua. Agar bayi tidak kebingungan saat menyusui langsung yang membuat ibunya panik, hiihih... dan bagi ibu, membuatnya merasa mampu, dibutuhkan, dan terhubung dengan buah hatinya. 

Seperti kata Rizapuratno, ahli biologi molekuler, luka sebesar piring di rahim seorang ibu setelah melahirkan tidak hanya sembuh dengan obat medis, tetapi juga dengan support system yang baik.


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri









Makanan Hati

Semakin ke sini, kita melihat semakin banyak kasus yang menunjukkan anak-anak kehilangan empati, bahkan pelakunya muncul di usia yang makin dini. 

Teringat pelajaran berharga dari kelas Ibu Maya Sukma Kiat. Empati bukan diajarkan lewat kata, tapi lewat rasa yang anak terima setiap hari di rumah. Saya merangkum tiga hal penting.

• Peluk, cium, sentuh, dan dengarkan anak-anak kita.

Mulai dari bayi yang terlihat “hanya tidur” sepanjang hari, hingga 7 tahun pertamanya, bahkan sampai usia baligh di sekitar 15 tahun. Pelukan dan sentuhan bukan sekadar kebiasaan manis, tapi "makanan hatinya". Saat makanan ini kurang, maka hatinya akan kosong dan akibatnya bisa sangat fatal.


• Perbaiki relasi suami-istri.

Saling menghormati, menghargai, memuji, dan tolong-menolong. Kadang kita terlalu sibuk menjadi orang tua untuk anak, tapi lupa menjadi pasangan yang sehat satu sama lain. Padahal, relasi orang tua yang harmonis adalah “nutrisi batin” terbaik untuk anak menghadapi tekanan hidup.

• Banyak bertobat sebagai orang tua.

Kita tidak sempurna, menyadari kesalahan, meminta maaf, dan belajar memperbaiki diri adalah bentuk cinta yang akan mereka tiru sepanjang hidupnya.

Anak-anak belajar empati bukan dari nasihat, tapi dari makanan hati yang mereka terima setiap hari di rumah.


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri






Perasaan kita seperti permainan Jungkat-Jungkit

Setiap kali melihat berita tentang suami yang tega memperlakukan buruk istrinya bahkan ketika sang istri sedang mengandung, saya merinding.

Jadi suami-istri memang penuh tantangan. Di kelas Self-Respect Ibu Maya Sukma Kiat, saya belajar bahwa luka dalam pernikahan tidak hanya menyentuh pasangan, tapi bisa menembus hingga ke janin dalam kandungan. 

Ibu hamil yang penuh tekanan akibat ulah suami, membawa beban bukan hanya pada istri, tetapi juga pada anak yang dikandungnya. Psikologis janin bisa terganggu, dan dampaknya terbawa sampai ia lahir, bahkan hingga besar nanti. Innalillahi…

Lalu kita pun bertanya: “Kenapa tidak pisah saja?” Jawabannya tidak sesederhana itu. Perasaan kita seperti permainan jungkat-jungkit. Kalau sisi emosi rendah, seperti takut, malu, atau rendah diri lebih berat, maka akal sehat tidak lagi bekerja sebagaimana mestinya biasanya disebut amygdala hijacking.

Itulah sebabnya seorang perempuan yang sedang terjebak dalam ketakutan atau rasa malu seringkali sulit sekali mengambil keputusan yang bijaksana, meskipun orang lain sudah berkali-kali menasihati. Bukan karena ia tidak tahu jalan keluarnya, tapi karena “ruang berpikirnya” seakan terkunci oleh perasaan negatif yang mendominasi.

Bagi kita yang masih diberi kesempatan belajar, mari terus perkuat diri. Salah satunya membaca, Dzikir pagi dan petang.

Yang didalamnya ada doa agar hati tidak dikuasai emosi rendah, gelisah, malas, takut, atau kikir yang sering menutup kejernihan akal. Dengan doa ini, kita diajarkan untuk menjaga batin tetap tenang agar setiap keputusan lahir dari cahaya-Nya, bukan dari keruhnya rasa.

“Allahumma inni a’udzubika minal hammi wal hazan, wa a’udzubika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’udzubika minal jubni wal bukhli, wa a’udzubika min ghalabatid daini wa qahrir rijal.”

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa gelisah dan sedih, aku berlindung kepada-Mu dari lemah dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang lain.”

(HR. Bukhari dan Muslim)


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri



Gambar dari google



Jangan Merasa Aman Jadi Ibu Rumah Tangga yang Lebih Banyak Waktunya di Rumah Bersama Anak.

Jangan Merasa Aman Jadi Ibu Rumah Tangga yang Lebih Banyak Waktunya di Rumah Bersama Anak. 

Sudah satu bulan anggota baru hadir di keluarga kami, Adek Mekah. Karena masih bayi, caraku bicara otomatis lebih lembut.

Suatu malam, kedua anakku batuk, meski tidak bersamaan. Mekah batuk lebih dulu, Saya respon dengan lembut. Lalu giliran Abang Jadid batuk. Karena suaranya keras sampai membuat Mekah terbangun, refleks suaraku meninggi, “Ish, Abang Jadid, batuk pelan-pelan…”! 

Tak disangka, Jadid langsung menanggapi “Nina toh, kalau Adek Mekah batuk, Nina sayang… kalau Abang Jadid, Nina marah,” Mukanya sedih. 

Saya refleks tertawa, lalu buru-buru meminta maaf padanya. Tapi setelah itu, rasa bersalah mengendap. Saya membayangkan betapa inilah yang sering dirasakan seorang kakak tentang perlakuan yang berbeda dari orang tua, meski tanpa disengaja. 

Lalu tersadar, menjadi ibu rumah tangga dan membersamai anak-anak setiap hari tidak otomatis membuat mereka merasa aman.

Malah Ironisnya, justru bapak yang tidak selalu hadir setiap saat sering diingat dengan lebih manis. Sentuhan kecil, momen kebersamaan yang jarang tapi hangat, bisa lebih awet di hati anak. Sedangkan ibu yang setiap hari membersamai, jika tidak hati-hati, malah diingat hanya sebagai “mama yang tukang marah.” Ternyata, bukan tentang durasi tapi perlakuan. 

Saya jadi belajar dari para bapak. Bapak jarang bersama, tapi sekali hadir selalu hangat. Mama hadir terus, tapi rawan marah-marah. Maka 1 kemarahan yang tidak disengaja kita tutup dengan 5 kebaikan di hari itu. Dan semoga kelak, anak-anak berkata:

“Mama memang selalu ada, dan mama selalu hangat.”..💐🥹 


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri










Perih, sakit rasanya.

 Aneh rasanya, ruang operasi yang biasanya mencekam justru terasa berbeda. Saya bisa menikmati setiap detik suasananya. Percakapan para tenaga medis, bunyi alat-alat yang bekerja. Perasaaanya sangat berbeda dengan kelahiran anak pertamaku, saat ketakutan membuat tensiku melonjak. 

Di ruang operasi itu, perutku diguncang, bagian bawah tubuhku mati rasa karena bius, tapi kesadaranku penuh. Saat dr. Arini mengeluarkan bayiku dan memperlihatkannya padaku, ia bertanya pelan, “Masih mau, Rim?” 

Tanpa ragu, saya mengangguk. Masih mau.

Namun setelah obat bius hilang, sakit itu datang. Seakan ada pisau yang mengiris perlahan dagingku. Bahkan sampai sekarang, rasa itu masih tertinggal. Perih, sakit rasanya. 

Pertanyaan dokter itu pun berulang kali terngiang, seakan mengajak merenung lebih dalam.

Sejak itu, setiap kali melihat bayi, bahkan bayi hewan. Apalagi mendengar berita bayi yang dibuang, dadaku selalu sesak. Tak ada yang lebih memilukan daripada seorang anak yang tidak diinginkan, hanya karena orang tuanya mengaku belum siap.

Padahal, di dalam kandungan, setiap bayi tidak pernah sekalipun berniat merepotkan. Bahkan secara fitrah, bayi itu “meminta maaf” pada ibunya, ia menghisap nutrisi, mengambil energi, membuat tubuh berubah, menimbulkan mual, nyeri, hingga air mata. Seakan ia berbisik, “Maaf ya, Bu, aku numpang hidup, aku janji kelak akan jadi kebahagiaanmu.”

Tapi betapa ironis zaman sekarang saat sebagian orang dengan mudah membuang bayi yang sudah begitu lembut memohon sejak dalam rahim.

Kesiapan itu bukan sekadar soal uang, tapi soal hati dan tanggung jawab. Kalau belum siap, seharusnya berani menjaga, bukan nafsu sesaat mengorbankan luka seorang anak seumur hidup. Perih, sakit rasanya. 


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial#GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri




Jumat, 25 Juli 2025

Mekah






Setiap anak membawa filosofi namanya sendiri. Bagi kami, nama Mekah adalah Doa pengharapan, bukan hanya sekali terucap. Setiap malam, sebelum terlelap, Abang Jadid selalu berdoa, “Ya Allah, Abang Jadid mau adek...” Doa yang terdengar sederhana, tapi diulang-ulang dengan kesungguhan seorang anak yang percaya Allah Maha Mendengar.

Sementara Baba meniatkan perjalanan umrah meminta anugerah seorang anak.

Maka, saat langkah-langkah menuju Tanah Suci, membawa doa yang sama, dari dua hati yang berbeda usia, Baba dan Abang Jadid, mempersiapkan diri untuk memohon dengan sungguh-sungguh. 

Allah Maha Mendengar, bahkan sebelum kaki ini menapaki halaman Masjidil Haram, kabar bahagia itu sudah lebih dulu hadir. Allah telah menitipkan seorang jiwa kecil di rahim ini. 

Dan di sana, di negeri Syam tempat para nabi pernah menjejakkan kaki, seakan permohonan seorang ayah berpadu dengan jejak-jejak sejarah, melahirkan nama yang menjadi pengingat selamanya.

"Mekah Syam Rumalolas" 

Anak yang diminta di Mekah, dalam perjalanan mengikuti jejak para nabi di negeri Syam. 

Selamat Datang Nak

Namamu adalah cerita perjalanan, bukti cinta dan pengharapan yang Allah kabulkan dengan cara-Nya yang paling indah. Allahuma Baarik.

Selamat Hari Anak Nasional: 1000 Hari Pertama dan Anak yang Sehat Mental

 



--Selamat Hari Anak Nasional: 1000 Hari Pertama dan Anak yang Sehat Mental

Anak yang sehat mental bukanlah anak yang harus selalu bahagia.

Tapi anak yang mampu menghadapi tekanan hidup dan mengelolanya.

Dan kemampuan itu, tidak datang begitu saja.

Ia ditanamkan sejak hari pertama kehidupan—bahkan sejak dalam kandungan—hingga genap 1000 hari pertama usianya.

Dua tahun pertama, disempurnakan dengan menyusui, adalah masa pembentukan pondasi emosi yang tak tergantikan. Bukan hanya nutrisi yang diberikan ibu, tapi juga rasa aman, kehadiran, dan cinta yang mengalir lewat dekapan hangat, pelukan lembut, dan respon terhadap tangisan.

Banyak yang terjebak dalam anggapan bahwa bayi hanya tidur sepanjang hari. Padahal justru di masa itu, bayi sedang belajar percaya pada dunia.

Belajar, apakah dunia ini aman?

Apakah aku diterima?

Apakah aku dicintai?

Jawabannya tidak datang lewat kata-kata, tapi lewat perlakuan ayah dan ibu.

Bagaimana ibu menjawab tangisnya.

Bagaimana ayah menatapnya dengan cinta.

Bagaimana keduanya bersyukur atas kehadirannya, bukan mengeluh karena hidup jadi lebih melelahkan.

Inilah yang menjadi akar dari perasaan bahwa “Aku berharga.”

Dan dari situlah tumbuh kemampuan untuk mencintai diri sendiri.

Sesuatu yang kini mulai langka.

Maka di Hari Anak Nasional ini, mari kita kembalikan makna pengasuhan di 1000 hari pertama sebagai pondasi kesehatan mental anak.

Karena masa depan bangsa ditentukan oleh anak-anak yang mampu menghadapi hidup—bukan yang disiapkan hanya untuk menang, tapi juga tangguh saat kalah.

Dan itu dimulai…

dari pelukan seorang ibu dan hadirnya seorang ayah.


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial #GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic

Bau Tangan










Bau Tangan? Bukan, Itu Bau Kehadiran.

Banyak yang masih percaya:“Jangan sering-sering digendong anak bayi, nanti bau tangan, susah mandiri.”

Ternyata justru anak yang cukup melekat di awal, akan lebih siap mandiri di kemudian hari.

Usia bayi adalah fase melekat, fase di mana anak belajar merasa aman lewat pelukan, gendongan, dan respon penuh kasih dari orang dewasa.

Lewat itu semua, ia belajar:

"Aku dicintai."

"Aku penting."

"Dunia ini aman."


Yang berbahaya justru ketika bayi terbiasa diabaikan tangisannya, dibiarkan sendirian asal tidak rewel. Seolah diamnya anak adalah tanda baik-baik saja, padahal bisa jadi ia sedang belajar:

"Aku tak penting."

"Aku sendirian."

"Aku harus menahan semua sendiri."

Pengabaian di usia bayi bukan hal sepele itu luka pertama. Luka yang diam-diam membentuk anak menjadi pribadi yang pencemas, mudah tersinggung, atau justru kehilangan kepercayaan diri.

Dampaknya? Kita lihat hari ini:

Anak-anak yang mudah membully tanpa empati, atau justru tak mampu membela diri saat dibully. Bahkan ada yang begitu rapuh hingga merasa lebih baik tak ada alias bundir.

Bukan karena mereka lemah, tapi karena tak pernah merasa aman sejak kecil.

Jadi, pelukan, gendongan, dan hadirnya orangtua di awal adalah kebutuhan dasar, bukan memanjakan. Bagian dari cara anak belajar bahwa dunia ini aman, bahwa dirinya berharga.

Melekat dulu, baru percaya diri, mandiri. 


✍️ Rima Rumata

#akademitrainerofficial #GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri



Selasa, 27 Mei 2025

"Orangtua yang berhenti belajar parenting akan punya gap dengan anak."

 "Orangtua yang berhenti belajar parenting akan punya gap dengan anak."

Banyak orangtua merasa cukup dengan memperbanyak ibadah atau fokus memperdalam ilmu profesi. Orangtua rajin ikut pelatihan kerja, naik jabatan, upgrade skill, tapi lupa meng-upgrade peran sebagai ayah atau ibu. Padahal, anak tidak hanya butuh orangtua yang sukses secara finansial, tapi juga yang hadir secara emosional.

Anak bertumbuh secara usia, cara berpikir, dan kebutuhan emosionalnya.

Orangtua juga perlu bertumbuh—dalam kesadaran, pengelolaan emosi, dan cara hadir yang tepat.

Tanpa pertumbuhan ini, orangtua akan kesulitan memahami anak yang hidup di zaman yang serba cepat dan kompleks ini. 

Dalam pengasuhan, kita perlu menempuh dua jalur:

Jalur bumi: belajar ilmu parenting, memahami karakter anak, meningkatkan kualitas komunikasi dan kehadiran kita sebagai orangtua.

Jalur langit: memohon pertolongan Allah, karena hanya Dia yang bisa melembutkan hati, menurunkan hidayah, dan menjaga anak di luar jangkauan kita.

Tapi jalur langit bukan pengganti jalur bumi. Kita tidak bisa hanya berdoa tanpa belajar.

Dan sebaliknya, jalur bumi tanpa jalur langit hanya akan menghasilkan kesuksesan dunia yang hampa tanpa arah.

Sebab sejatinya, mendidik anak bukan hanya soal strategi, tapi juga soal tauhid.

Bukan hanya tentang menjadi orangtua yang pintar, tapi juga yang sadar: bahwa kita hanyalah perantara, dan Allah-lah yang Maha Mendidik.


-----Rima Rumata-----


#akademitrainerofficial #Insightinspirasiperempuan #GerakanKontenBaik #akademitrainer #SpeakToChange #familyjourney #family #storyteller #stifin #stifingenetikfakfak #stifingenetic #stifinparenting #pengingatdiri















































"Sayur Kangkung Mama"

 "Sayur Kangkung Mama"  Saya nonton sebuah video yang menanyakan, “Kenangan indah apa yang paling membekas bersama bapak dan ibu?”...