Suatu siang, anak toddlerku menatapku dengan mata polos setelah hampir setiap hari melihatku di kamar, menemani adiknya yang masih bayi. Ia bertanya: “Kenapa Nina kerjanya di kamar dan tidur terus?”
Ia belum mengerti bahwa di balik itu ada bayi mungil yang harus digendong, diasi dan ditidurkan yang akhirnya, ibunya ikut tertidur deh… hiihi. Baginya, yang terlihat hanyalah ibunya yang “berbeda” dengan ibu teman-temannya yang bekerja di luar rumah.
Dari pertanyaan polos itu, saya belajar satu hal penting: level emosi seorang ibu sangat memengaruhi citra diri anak. Anak membandingkan ibunya dengan ibu lain, dan persepsi itu membentuk bagaimana ia menilai dirinya.
Ibu adalah sekolah pertama, dan pelajaran pertama bagi manusia baru adalah keberhargaan diri. Baik ibu rumah tangga maupun ibu bekerja, sama-sama bisa terjebak pada level emosi rendah ketika peran dijalani bukan dari pilihan sadar, tapi karena terpaksa atau ingin membuktikan sesuatu. Ibu di rumah yang merasa tidak berguna bisa membuat anak merasa minder. Ibu bekerja yang selalu merasa harus membuktikan diri, juga membuat anak belajar bahwa mereka harus terus berusaha supaya dianggap cukup.
Jadi, level emosi ibu bukan sekadar soal suasana hati sehari-hari itu adalah cermin pertama yang membentuk citra diri anak dan keberhargaan dirinya sepanjang hidup.
✍️ Rima Rumata
#akademitrainerofficial #GerakanKontenBaik #SpeakToChange #GrowAndContribute #familyjourney #storyteller #stifingenetikfakfak #stifingenetic #Pengingatdiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar